Rabu, 09 April 2008

Aku tak mencuci hari ini (my first ess I've ever made)

Malas..malas..malas, kata-kata itu yang terus berdengung di telingaku ketika berada di rumah dulu, ibuku selalu menasehatiku untuk tidak menggemukkan makhluk yang satu ini. Memang ini masalah yang serius dalam diriku, selalu menunda sesuatu dengan alasan yang tak jelas, nah itu dia yang kumaksudkan malas. Hari ini hari sabtu, telah ku agendakan semalam bahwa besok pagi-pagi aku akan mencuci pakaian. Ini aktifitas prioritasku di pagi hari, aku harus memenuhi janji pada diriku sendiri. Aku selalu mencari-cari alasan untuk tidak mencuci, mulai dari waktu kubangun sudah tak pagi lagi makanya aku tak mencuci, banyak yang akan memakai wc dan segala macam pembenaran yang terus membobol dinding janji yang terpatri. Tapi tidak, akan kulakukan aku mau mencuci pakaian hari ini apapun yang terjadi. Walau hari telah siang, orang-orang akan marah karena aku akan memakai wc dalam beberapa lama. Biar..biarkan aku takkan mengubah komitmenku. Lantas terlintas imajinasi gilaku tentang matahari yang lelah memancarkan sinarnya karena ulah manusia. Manusia telah membuat jadwal tetap untuk mencuci pakaian, sebagi buah kesibukannya menakklukkan dunia. Ya manusia menganggap dunia adalah musuh yang patut babak belur ditangan mereka. Jadwal mencuci pakaian secara sistematis dimanipulasi oleh manusia, dengan peraturan semua aktivitas kerja manusia dilakukan dari hari senin sampai sabtu dengan tidak ada celah selain bekerja. Mau tak mau semua yang dikenakan di enam hari tersebut harus dibersihkan hanya pada satu hari, dan hari itu hanya hari minggu. Memang sih banyak orang berduit yang mampu membayar jasa pencuci untuk mencuci di hari-hari selain hari minggu, tapi jumlahnya tak sebanding dengan golongan miskin di dunia ini. Makanya puncak terkurasnya tenaga matahari adalah di hari minggu. Matahari mulai muak dengan tingkah manusia, sinar yang ia sebarkan sebagian besar harus ia beri pada cucian yang dijemur. Sementara banyak hal lain yang sangat membutuhkan sinar matahari. Banyak tumbuhan mati karena tidak cukup mendapatkan pasokan sinar matahari, jadinya hewan pemakan tumbuhan kekurangan makanan sehingga banyak yang mati. Bencana ini tak hanya sampai di situ, tumbuhan dan hewan mulai melancarkan protesnya pada matahari. Dan matahari menjawab ini disebabkan oleh ulah manusia yang mencuci bersamaan pada hari yang sama. Akhirnya mereka merencanakan balas dendam pada golongan manusia. Seperti gerakan intifadah dengan aksi bom bunuh diri mereka sengaja membiakkan penyakit dalam diri mereka. Sapi dan kerbau mulai menularkan virus antraks, penyakit kuku dan mulut. Kucing dan anjing serta tikus tak mau kalah dengan kampanye fenomenalnya yaityu penyakit rabies. Golongan unggas dengan bangganya mempersembahkan virus H5N1 atau virus bagi flu burung yang katanya cukup mematikan bagi spesies manusia. Kera sebagai golongan paling maju dalam kingdom animalia menularkan virus yang tak kalah dahsyatnya yaitu virus HIV/AIDS. Penyebarluasan penyakit oleh hewan-hewan ini seketika menjadi trend bagi golongan hewan, seperti anak manusia yang tergila-gila dengan design pakaian terbaru yang di peragakan oleh idola mereka. Kerajaan tumbuhan tak mau terlalu hanyut dalam trend baru ini, dengan sangat hati-hati mereka menyusun strategi lain yang lebih mumpuni. Dengan kalkulasi yang tepat dan pemilihan loksi serangan akhirnya diputuskan taktik membunuh dengan efektif dengan sedikit korban dari pihak kerjaan tumbuhan. Perintah itu berupa tumbuhan-tumbuhan yang berada di pinggiran bukit yang di bawahnya banyak pemukiman manusia, untuk melepaskan cengkraman mereka ketika hujan turun. Dengan lepasnya cengkraman akar tumbuhan pada tanah perbukitan, tanah dengan bebas meluncur dari ketinggian dan melibas pemukiman manusia. Itulah mengapa setiap hujan turun di televise kita selalu mendengarkan bencana tanah longsor. Di musim kemarau air yang ada dalam tanah semua mereka serap dan dialirkan ketempat yang tak bisa djangkau manusia. Dampaknya sangat memukul spesies manusia. Kekeringan terjadi di mana-mana bila musim kemarau tiba. Dalam kejaan tumbuhan ada golongan ekstrim yang ingin segera menumpas manusia sampai punah. Hamper sama dengan metode hewan mereka ingin beraksi secara mematikan dengan cepat dan langsung terlihat hasilnya. Golongan ini membiakkan secara massal tumbuhan yang gemar dikonsumsi manusia. Untuk menyempurnakan rasa nikmat bagi lidah manusia, mereka menambahkan bumbu yang khas. Bila tumbuhan ini dimasak oleh manusia bumbu ini pun baru terasa. Rasa yang ditimbulkan sungguh mematikan tak lama setelah mengkonsumsi nyawa langsung hillang. Kasus tempe lokal di daerah jawa mungkin contoh yang nyata terjadi beberapa waktu lalu. Setelah mengkonsumsi tempe ini beberapa warga mati seketika. Perang ini hingga sekarang terus berlanjut entah hingga kapan. Mungkin hingga manusia menghentikan mencuci massal pada hari tertentu. Manusia harus belajar dari masalah ini, corak over produksi dari kapitalisme menyebabkan ini semua. Manusia lain diekploitasi sedemiakian rupa hingga waktu untuk mencuci tiap harinya mereka curi demi menaklukkan dunia, demi memuaskan nafsu pemodal yang ingin menjadikan dunia surga bagi segelintir orang. Tak ada jalan lain, kapitalisme harus dihancurkan sampai ke akar-akarnya. Itulah mengapa aku tak mencuci hari ini, aku tak mau makin memberatkan tugas matahari, tak mau sinarnya digunakan untuk mengeringkan pakaianku hingga tumbuhan dan hewan tak kebagian. Ahhh ini dia satu lagi pembenaranku untuk tak mencuci, tersadar dari khayalanku. Ku ambil langkah seribu menuju wc dan merendam pakaianku untuk kemudian kubilas hingga bersih.(fhr_ald)