Minggu, 26 Juli 2009

The Matrix dan Jean Baudrillard's "Simulacra dan Simulasi*

The Matrix dengan jelas mengacu pada pemikiran Baudrillard, terutama pada esai yang dibuatnya pada tahun 1983 yang berjudul “Simulacra dan Simulasi”. Baudrillard berasumsi bahwa perkembangan imaji pada kapitalime lanjut, beriringan dengan ekspansi komoditas dan kemajuan teknologi visualisasi dan simulasi yang tak berbelaskasihan. Pada esainya, Baudrillard, menggambarkan sebuah gerakan “representasi” (dari sesuatu yang nyata) ke “simulasi” (dengan tidak mengacu pada kenyataan). Gerakan ini dari yang representasi ke simulasi mengubah relasi antara tanda dan acuan, sehingga kita kehilangan hubungan antara keduanya, sekilas kita mengira keduanya esksis, antara tanda atau imaji dan realitas dimana keduanya menangarah pada ide. Untuk mengembangkan argumen ini Baudrillard mengajak kita untuk memikirkan tentang keadaan dimana proses simulasi dari tanda atau imaji merampas keutamaan dari realitas, perkiraannya seperti dibawah ini:
1. Peta lengkap yang mana menggandakan luas dan tiap detail dari terotori dari sebuah “kerajaan” (dalam perumpaan Borges) : seiring dengan kehancuran kerajaan, fragmentasi dari peta menunjukkan kepingan-kepingan yang dulu besar.
2. Pasien yang mensimulasikan gejala kegilaan dengan baik, dia menyatakan dirinya menjadi gila
3. Simulasi sifat anak-anak dari realitas dan sejarah bahwa Disneyland: menjamin (komparatif) “realitas” dari Los Angeles
4. Simulasi dari drama penyaderaan berubah menjadi nyata ketika seorang sandera mati akibat serangan jantung dan tembakan polisi
5. Imaji yang mengaruskan membantu penganut untuk beribadah kepada tuhan; tetapi penganut ini menyandarkan diri pada imaji ini secara berlebihan sehingga mereka menjadi objek sesungguhnya dari proses peribadatan; oleh karena itu iconoclasts (orang yang menentang. pemujaan patung berhala di kerajaan Byzantum) menyerang imaji sebagai perampasan terhadap kuasa dari keutamaan Tuhan yang sebenarnya.

Berikut ini beberapa kunci dari argumentasi Baudrillard:
“Mengingat representasi mencoba untuk mengabsorbsi simulasi dengan menginterpretasinya sebagai representasi yang salah, simulasi mengembangkan keseluruhan bangunan dari representasi sebagai dirinya Simulacrum. Ini menjadi fase yang berturut-turut dari:
1. Ini merupakan refleksi dari realitas dasar
2. Ini menutupi dan merusak realitas dasar
3. Ini menutupi ketiadaan dari relitas dasar
4. Ini menghasilkan ketiadaan hubungan dengan realitas apapun: ini murni merupakan simulcarum.
Pada poin pertama, imaji merupakan rupa yang baik: representasi merupakan tanda dari sakramen (pengampunan). Pada poin kedua, ini merupakan rupa yang buruk/jahat : tanda dari malefice. Di Poin ke tiga, ini bermain pada nilai sebuah rupa: ini merupakan tanda dari ilmu sihir. Pada poin ke empat, ini tidak lagi menjadi tanda dari rupa secara keseluruhan tetapi merupakan simulasi.”

“Hal di atas mungkin pada dasarnya selalu menjadi imaji yang memiliki kapasitas membunuh: pembunuh kenyataan; pembunuh model mereka sendiri seperti patung suci Byzantine dapat membunuh identitas ketuhanan. Kapasitas membunuh ini menentang kemampuan dari representasi sebagai sesuatu yang kelihatan dan perantara yang jelas dari kenyataan. Semua kepercayaan Barat dan kepercayaan baik bertaut pada pertaruhan reprentasi: bahwa tanda dapat mengacu pada kedalaman makna, di mana tanda dapat menukar makna dan sesuatu yang dapat menjamin pertukaran ini-Tuhan tentunya. Tetapi bagaimana jika tuhan itu sendiri dapat disimulasikan, dapat dikatakan reduksi dari tanda yang membuktikan eksitensinya? Kemudian keseluruhan sistem menjadi tanpa bobot; ini bukan lagi “sesuatu” tetapi sebuah simulacrum raksasa: bukan khayalan, tetapi simulacrum, tidak lagi menukarkan apa yang disebut kenyataan, tetapi menukarkan dirinya sendiri, dalam sebuah sirkuit tak teputuskan tanpa refensi atapun lingakar tautan.

Ketika simualasi memenangkan sebuah otonomi baru, teritori menghilang dibalik peta: “Teritori tidak lagi mendahului peta, maupun mempertahankannya. Untuk selanjutnya, peta yang mendahului teritori-presisi dari simulacra-peta yang menghasilkan teritori dan jika mengkaji dongeng hari ni, tampak bahwa teritori yang mencabik lambat laun membusuk melintasi peta. Ini nyata dan bukan peta, yang sisa hidupnya di sini dan di sana, pada ganjaran yang tidak lagi dari Kerajaan, tetapi dari kita sendiri. Ganjaran dari kenyataan itu sendiri.” Tetapi mungkin keseluruhan dongeng dari peta dan teritori tidak berguna lagi sekarang. “Tidak ada lagi cermin dari keberadaan dan rupa dari kenyataan dan konsepnya, tak adalagi imaji koekstensif: cukup, miniaturisasi genetik yang merupakan dimensi dari simulasi. Kenyataan dihasilkan dari miniaturisasi unit-unit, dari matices , simpanan memori dan model komando—dan dengan ini dapat direproduksi sebuah jumlah tak tentu dari waktu, ini tidak lagi nyata. Ini merupakan hyperreal: produksi dari sintesis irradiate dari model kombinasi pada hyperspace tanpa atmosfir.”

*Semua kutipan bersal dari tulisan Simulacra and Simulations from Jean Baudrillard tahun 1983: Diseleksi untuk dituliskan, (Ed. Mark Poster, Stanford: Stanford University Press, 1988)

Pertanyaan untuk memahami hubungan anatar Baudrllard dan The Matrix
1. Bagaimana The Matrix mengembangkan ide bahwa rupa kenyataan tidak lebih dari sebuah simulasi (imaji yang tidak memiliki acuan pada kenyataan)?
2. Apakah film ini mengembalikan lagi sebuah ide dari realitas yang tandas dibalik simulasi hyperreal? Atau film ini akhirnya meruntuhkan ide stabil dari realitas? Apakah ada alternatif ke tiga?
3. Apakah peranan dari film ini sebagai medium ilusi untuk visualisasi dari simulasi oposisi/realitas?

Tidak ada komentar: