Senin, 10 Agustus 2009

Shoplifting: Manifestasi Pribadi Aneh di Tengah Masyarakat yang Sakit

Seattle tahun 1999 mencuri perhatian masyarakat dunia terutama dari golongan korporasi raksasa dan lembaga-lembaga keuangan dunia serta elit negara-negara di dunia. Aksi protes yang dilancarakan oleh ribuan orang terhadap kekejaman sistem kapitalime yang tengah menggerogoti dunia, tidak hanya membuat kaget kaum borjuasi dan arsitorkrat negara-negara maju, tetapi juga golongan yang di sebut oleh Simon Tormey sebagai masyarakat anti kapitalisme. Bagaimana tidak?tanpa komando dan arahan dari sebuah organisasi politik mapan, ribuan orang berkumpul dan melakukan berbagai kegiatan di jalanan dan meneriakkan kecaman terhadap pertemuan yang dilakukan oleh petinggi-petinggi negara yang tergabung dalam G8 yang tidak lain merupakan pertemuan yang membicarakan strategi yang mujarab untuk terus menggemukkan banyak korporasi raksasa dan memiskinkan hampir seluruh populasi di bumi ini. Masyarakat dunia yang tidak termasuk dalam golongan-golongan di atas juga bertanya-tanya, sebenarnya apa yang terjadi? Apakah ada sesuatu yang mereka lewatkan ketika tenggelam dalam rutinitasnya sehari-hari? Apakah ada yang salah dengan apa yang dilakukan oleh pemerintah mereka? Jawabanya hanya satu, bumi ini tengah sekarat dihisap oleh kerakusan sistem besar yang dinamakan “kapitalisme”.

Sejak dicetuskan oleh founding father-nya Adam Smith beberapa abad yang lalu, sistem ekonomi kapitalisme perlahan-lahan tetapi pasti menjadi sistem tunggal yang diamini hampir seluruh negara didunia. Dalam perjalannya,sistem ini sama sekali tidak mendatangkan kesejahteraan bagi masyarakat di negara yang terang-terangan ataupun malu-malu mengakui memakai sistem ekonomi ini. Setengah dari populasi manusia di bumi hanya berpenghasilan kurang dari 2 dollar perhari, 34.000 anak mati setiap harinya akibat kemiskinan dan penyakit. Hal ini seiring sejalan dengan kepemilikan 40% kekayaan bumi oleh 1% populasi bumi yang disebut sebagai kaum borjuasi atau pemilik modal. Kondisi ni semakin hari semakin memburuk dan kita hanya punya dua pilihan, melawan untuk mengakhirinya atau tetap berpura-pura menikmati rutinitas keseharian yang membosankan.

Cara-cara melawan kapitalisme telah banyak dipraktekkan oleh masyarakat anti kapitalisme, mulai dari kelompok reformis yang menginginkan kehadiran isntitusi tunggal di bumi untuk “mengalirkan” keuntungan yang diperoleh kaum kapitalis ke seluruh masyarakat bumi. Ada kaum kiri yang dengan tegas menolak sistem kapitalisme dan mendorong sistem ekonomi sosialis yang diyakani mengakhiri kesenjangan antara si kaya dan si miskin. Juga ada kelompok anarkis yang menolak kehadiran otoritas atau negara yang menjadi penopang kehidupan sistem kapitalisme. dan ada kelompok enviromentalis yang mengecam kerakusan kapitalisme menghisap sumber daya bumi untuk dikomodifikasi dan pada akhirnya mendatangkan bencana ekologis bagi planet ini. Berbagai kelompok dengan bermacam-macam cara pandang ini memiliki kesamaan dalam satu hal, melawan kekuatan korporasi di atas payung besar yang disebut sistem kapitalisme.

Pertanyaan selanjutnya, apakah kita harus masuk dalam salah satu kelompok tersebut untuk melawan kapitalisme? Kelompok-kelompok dengan ideologi yang dibawanya bukan pajangan di etalase toko yang bisa kita pilih jika sesuai selera. Dengan tidak bermaksud menggurui, hal penting yang mesti dilakukan adalah membuka wawasan seluas-luasnya tentang perkembangan mutakhir kapitalisme dan berdiskusi dengan saudara, teman, pacar dan keluaga tentang hal ini. Dan “ceriakan harimu” dengan aksi yang mengancam kemapanan kapitalisme untuk mengisi kemonotonan hidup yang kita jalani. Teriak-teriak di jalan dengan teman-teman, sabotase fasilitas umum, jika perlu praktekkan apa yang dilakukan oleh Tyler Durden dalam film Fight Club (tetapi sebelumnya baca dulu Direct action) dan jadilah manusia seutuhnya. Karena tak ada jalan keluar dari labirin pabrik sosial yang berdinding aturan hukum, nilai, norma dan agama palsu -yang entah karena alasan rasional apa kita mematuhinya-, selain menghancurkannya.

Shoplifting merupakan salah satu aksi yang paling memungkinkan untuk dicoba sendiri. Sekedar informasi, istilah shoplifting berasal dari zaman purba Babel. Ribuan tahun lalu pun kaki lima dan pedagang sudah ada. Di Babel orang berjualan barang dari tenda. Ketika pencuri hendak mencuri, tenda itu diangkat bulat-bulat dan dibawa lari. Istilah “shoplifting” atau ‘mengangkat toko’ berarti bahwa barang jualan dicuri atau dibawa lari. Aksi ini dimaksudkan untuk merusak sirkulasi komoditas yang dijual di toko-toko tetapi lebih sering pada pusat perbelanjaan atau wall mart yang memiliki omset seharinya jauh melebihi gaji seluruh karyawannya selama setahun bekerja. Sirkulasi komoditas yang kegiatan utamanya adalah proses jual beli merupakan pengejawantahan rumus umum kapital yaitu U-B-U (uang-barang-uang) di mana surplus value –yang semu- tercipta. Uang ditambah uang dari surplus value merupakan cikal-bakal pembentukan kapital sebagai elemen vital bagi sistem ekonomi kapitalistik.

Mungkin aksi ini akan hanya dimaknai oleh masyarakat kita hari ini sebagai tindakan kriminal biasa yang dapat dijelaskan oleh logika hukum formal ataupun norma yang menyatakan ini melanggar hukum dan etika dalam kebudayaan kita. Pelakunya akan langsung dihukum dengan menggunakan kedua referensi di atas, yang pertama akan dijebloskan dipenjara selanjutnya masyarakat akan mengucilkan atau mencurigai setiap gerak-gerik ex-pelaku yang dianggap dapat mengancam keamanan lingkungan. Ya! Kita hanya perlu menjadi orang aneh di tengah masyarakat yang sakit ini, agar tercerabut dari rutinitas gila ini. Ataupun aksi ini hanya dianggap aksi yang sama sekali tidak dianggap membahayakan sistem kapitalisme oleh “kaum revolusioner” dengan analisa ekonomi politiknya yang mumpuni.

Tetapi, pada 23 desember 2008 sebuah artikel surat kabar Pittsburgh Post-Gazette memberitakan sebuah supermarket bernama Dimperio's Market tutup akibat dari aksi shoplifter. Perusahaan retail ini melaporkan bahwa shoplifting mengakibatkan hilangnya 0,6% jumlah barang yang dijual pada supermarket ini. Pada tahun 2001, shoplifting mengakibatkan kerugian perusahaan retail di amerika serikat hingga 25 miliar dollar setiap harinya. Di jepang, aksi shoplifting meningkat hingga 40% pada tahun 2009 ini, meningkat 11,5 poin dibandingkan survei terakhir pada bulan Februari 2008. Dan yang lebih mencengangkan adalah 20.4 % dari jumlah pelakunya adalah ibu rumah tangga. Saya tidak yakin ibu rumah tangga ini pernah mengonsumsi kajian ekonomi politik sebelumnya. Karena alasan mereka melakukannya adalah untuk memenuhi hasrat terhadap barang tersebut yang setiap hari dijejalkan di kepala mereka melalui iklan di TV, koran, majalah dan di berbagai sudut kota.

Jadi anggapan bahwa shoplifting tidak mengancam sistem kapitalistik tidak tebukti, sebuah perusahan akhirnya bubar karena aksi “shoplifter revolusioner”, sama seperti buruh yang dikatakan oleh marx sebagai kelas yang paling revolusioner yang mampu menggerakkan perubahan yang radikal. Di dalam pabrik sosial seperti sekarang ini, semua orang adalah agen revolusioner, karena setiap orang adalah subjek tertindas yang terus dieksploitasi oleh sistem maut ini. Tidak hanya buruh, ibu rumah tangga, siswa SMP, pengangguran, semuanya turut berkontribusi baik secara langsung maupun tidak langsung untuk memapankan sistem ini. Penghisapan sumberdaya alam dan sumber daya diri kita, terus berlangsung tanpa henti di tiap detiknya.

Cerita tentang shoplifting tidak hanya dimiliki jepang dan amerika, di kota ini, Makassar aksi ini bahkan lebih spektakuler dibanding jepang dan amerika. Bagaikan aktor-aktor yang beraksi dalam mahyem project, karyawan dan pengunjung sebuah retail besar di kota Makassar melancarkan aksi shoplifting dengan sangat rapi dan terencana, bahkan untuk berkomunikasi mereka memakai semacam kode-kode ataupun bahasa sandi. Beberapa kali aksi ini diketahui oleh pihak perusahaan, namun tidak sampai mengunggkap jaringan mereka. Tentu saja aksi shoplifter ini mengakibatkan kerugian yang tidak sedikit bagi perusahan retail raksasa ini, karena berlangsung di tiap kehadiran pengunjung yang aslinya adalah shoplifter.

Shoplifting hanyalah aksi mencuri kembali apa yang telah dicuri sebelumya oleh kelas pemodal dan penguasa. Sejatinya aksi ini tidak dimaksudkan untuk membenarkan hasrat konsumtif hasil manipulasi sistem kapitalsme mutakhir. Karena semua barang yang dihasilkan adalah dari sumberdaya bumi yang yang dihisap tanpa ampun oleh korporasi, maka hal yang wajar jika mencuri dilakukan, sebab tak seorang pun mau mati seperti tikus dalam lumbung padi. Pemberontakan harus terus berlanjut, segala konsekuensi darinya adalah hal nikmat yang memacu adrenalin dan membebaskan hasrat liarmu. Lipatgandakan dirimu karena “Tulisan ini adalah untuk kalian yang masih berkeinginan untuk membelah diri di bumi yang sudah penuh sesak ini. Ingat, kita tidak sekecil amoeba!” –Vagina Dentata-.(fhr_ald)

Tidak ada komentar: